16 Jan 2011

IBNU TAYMIYAH

Ibnu Taymiah Bukan Ahlusunnah (1)

Bagimana sikap dan koementar pembesar ulama Ahlusunnah terhadap Ibnu Taymiah dan berbagai penyimpangannya?
Apakah ia dari golongan Ahlusunnah atau bukan? Bagimana kualitas akhlak dan kejujurannya dalam menyikapi berbagai masalah agama?
Para ulama, khususnya mereka yang sezaman, atau yang hidup tidak lama dari masanya pasti lebih tau tentang siapa sejatinya Ibnu Taymiah itu.
Para ulama Ahlusunnah tentunya lebih mengerti siapa ulama yang masih berada dalam lingkaran keluarga besar Ahlusunnah siapa yang di luar keluarga besar Ahlusunnah.
Lalu apa kata mereka tentang Ibnu Taymiah?
Mari kita ikuti komentar-komentar mereka!
 Adapaun, apakah ia dari Ahlusunah atau bukan? dan mengapakah Ibnu Hajar memujinya kalau dia bukan Ahlusunah. maka saya harap Anda tidak keberatan memperhatikan sedikit rangkuman komentar dan sikap ulama terhadapnya, sebagaimana di bawah ini:
Ibnu Taymiah Bukan dai Golongan Ahlusunnah wal Jama’ah!
Ada sementara kalangan beranggapan bahwa Ibnu Taymiah adalah seorang tokoh Ahlusunnah, namun kenyataannya bahwa para ulama Ahlsunnah telah mengecamnya dan menganggapnya bukan bagian dari mereka. Ia adalah penyimpang dari mazhab Ahlusunnah.
Tidak diragukan bahwa pada mulanya Ibnu Taymiah bermazhab Hanbali, sebagaimana keluarganya; ayah dan kakek moyangnya, bahkan untuk beberapa waktu yang tidak sebentar, kepemipinan mazhab Hanbali di tangan ayah-ayahnya. Akan tetapi kecenderungannya kepada faham ediologis hanabilah (kaum Hanbaliyah) yang sangat kental menjadikannya tidak sejalan dengan faham Asy’ariyah. Dan akibatnya, Ibnu Taymiah berhadapan dengan para ulama Asy’ariyah (yang merupakan agen resmi doktrin akidah Ahlusunnah).
Alih-alih berdalil kembali kepada ajaran para Salaf (sahabat dan tabi’în) Ibnu Taymiah mempropagandakan doktrin Hanbaliyah yang kental akan konsep-konsep tajsîm-nya. Karenanya, para ulama Ahlusunnah, bahkan sebagian murid dan pengagumnya berbalik mengecam dan mengutuknya.
Abu Hayyân al Andalusi (W.745H), seperti dikatakan Ibnu Hajar, “Ia sangat mengagungkan Ibnu Taymiah dan memujinya dengan sebuah qashidah (bait-bait syair), kemudian ia menyimpang darinya dan menyebutnya dengan sebutan sangat jelak dalam kitab tafsirnya, dan ia menisbatkannya menyakini tajsîm (menggambarkan Allah sebagai berpostur). Ada yang mengatakan bahwa ia (Abu Hayyân al Andalusi) membaca buku al Arsy (karya Ibnu Taymiah) maka darinya ia meyakini hahwa Ibnu Taymiah penganut aliran tajsîm.”
Az Zabidi berkata, “As Subki berkata, ‘dan kitab al Arsy adalah kitab karya yang paling jelek … dan ketika Abu Hayyân memperhatikannya, ia senantiasa melaknatinya sampai mati setelah sebelumnya ia mengagungkannya.’”
Demikian juga dengan adz Dzahabi, salah seorang santri Ibnu Taymiah, kendati ia pernah berguru kepadanya, namun hal itu tidak mencegahnya untuk menegur dan menasihatinya. Dalam sepupcuk suratnya yang dikenal dengan nama Risalah Dzahabiah, ia menasehati dan menegur keras Ibnu Taymiah, di antaranya adz Dzahabi menulis, “Hai Anda, engkau telah banyak menelan racun para filsuf dan buku-buku karangan mereka berulang kali, dan disebabkan banyaknya pengaruh racun, badan menjadi ketagihan dan menguasainya…. (kemdian ia melanjutkan), “Duhai sialnya orang yang mengikutimu, sesungguhnya ia menyodorkan dirinya dalam kezindiqan dan keterlepasan dari agama…. Tidaklah mayoritas pengikutmu melainkan orang-orang rendahan yang tak berkualitas, qa’îd marbûth, atau ringan akalnya, khafîful aqli, atau orang awam pembohong, ‘âmiyun kadzdzâb, dungu pikirannya, balîdudz dzihni, atau orang terasing yang terdiam, kuat makarnya, atau penyerap yang saleh tapi tidak memiliki pemahaman. Jika engkau tidak percaya apa yang aku katakan, maka periksalah mereka dan takarlah mereka dengan penuh keadilan…. Sampai kapan kamu memuja-muja omonganmu sendiri dengan pujian yang tidak engkau berikan bahkan kepada hadis-hadis Bukhrai & Muslim, andai hadis kedua selamat dari kecamannya, bahkan setiap saat engkau menyerangnya dengan mendha’ifkannya dan menggugurkannya dengan takwil atau pengingkaran. Tidaklah telah tiba saatnya engkau sadar? Tidaklah tiba waktunya engkau bertaubat dan kembali… usiamu telah mencapai lebih dari tujuh puluh tahun, masa berangkat (kematian) telah dekat… benar, demi Allah aku tidak perna tau engkau ini ingat/menyebut-nyebut kematian… bahka engkau mengejek-ngejek orang yang menyebut-nyebut kematian… akupun tidak yakin engkau mau menerima ucapanku dan memperhatikan nasihatku…. “
Ibnu Hajar sendiri menuturkan, ketika menyebut biografi al Yâfi’i dalam kitab ad Durar al Kâminah, “Ia (al Yâfi’i) mempunyai pembicaraan dalam mengecam Ibnu Taymiah.”
Pernyataan al Yâfi’I adalah sebagai berikut: Pada tahun 705 H terjadi kekacauan akibat kesesatan pandangan-pandangan Ibnu Taymiah, sehingga para pembesar ulama Ahlusunah bangkit mengadilinya dan berakhir dengan dijebloskannya ia ke dalam penjara. Di antara kecaman para ulama atasnya ialah pandangannya yang mengatakan bahwa Allah berada di atas singgasana-Nya dengan arti benar-benar duduk sebagaimana layaknya duduknya hamba, dan Allah berbicara dengan kata-kata dan dengan suara sebagaiaman manusia. Oleh karenya, diumumkan di kota Damaskus, bahwa barangsiapa meyakini akidah seperti Ibnu Taymiah maka ia halal harta dan nyawa/darahnya. … Ia (Ibnu Taymiah) banyak memiliki buku karangan lebih dari seratus jilid, dan ia memiliki pandangan- pandangan yang aneh dan diingkari oleh para ulama dan ia dipenjarakan karenanya, pandangan- pandangan itu bertentangan dengan Ahlusunah , di antara yang paling keji adalah larangannya untuk menziarai makam suci Nabi saw.
Dan juga kecamannya terhadap para tokoh sufi seperti Hujjatul Islam Abu Hamid al Ghazali, guru besar Imam Abul Qasim al Qusyairi, Syeikh Ibnu Irrîf, Syeikh Abul Hasan asy Syadzili dan banyak kalangan pembesar wali-wali Allah dan hama-hamba pilihan yang baik….,
Demikian juga akidahnya tentang bersemayamnya Allah di sudut tertentu dan pandangannya yang batil dalam masalah itu dan lain-lain dari akidahnya seperti sudah ma’ruf dinukil darinya … “
Dalam kitabnya Daf’u Syubahi Man Syabbaha, Syeikh Taqiyyuddin Abu Bakar al Hishni ad Dimasyqi asy Syafi’i mengkeritik dengan tajam Ibnu Taymiah, yang katanya hanya berpura-pura mengikuti mazhab Hanbali dengan tujuan melariskan pandangan-pandangan sesatnya … Setelah digelar majlis pengadilan untuk mengadili Ibnu Taymiah, para ulama besar Ahlusunnah, diantaranya Shafiyyuddin al Hindi, Syeikh Kamaluddin az Zamlakani Syeikh Syamsuddin Adnan asy Syafi’i, dan berakhir dengan dijebloskannya Ibnu Taymiah ke dalam penjara, dan setelah pengawasan diperketat. Qadhi mazhab Maliki telah menegeskan, bahwa Ibnu harus dihukum mati atau paling tidak harus diperketat penjagaannya dalam penjara, atau langsung dibunuh, sebab –masih penurut Qadhi mazhab Maliki- telah terbukti kekafirannya!
Demikian pula dengan Allamah Burhanuddin al Fizari telah mengajukan gugatan setebal empat puluh halaman tentang akidah Ibnu Taymiah, dan ia telah menfatwakan akan kekafiran Ibnu Taymiah. Fatwa itu disetujui oleh Syeikh Syihabuddin Ibnu Jhbal asy Syafi’i. di bawahnya juga ditandatangani oleh Qadhi mazhab Maliki dan banyak ulama lain. Dan telah terjadi kesepakatan akan kesesatannya, kebid’ahan dan kezindiqannya…
Kedumian beliau melanjutkan, “Kemudian fatwa-fatwa itu dikirimkan kepada Sultan, setelahnya Sultan mengumpulkan para qadhi (jaksa/ulama), setelah itu Qadhi Badruddin ibn Jama’ah menuliskan di bawah lembaran fatwa tersebut, ‘Siapa yang meyakini pendapat seperti ini ( seperti pendapat Ibnu Taymiah) maka ia adalah dhâllun mudhillun (sesat dan menyesatkan). Keputusan itu disetujui oleh qadhi mazhab Hanafi, maka dari itu kekafirannya adalah hal yang telah disepakati… “
Inu Hajar, yang kata Anda memuji Ibnu Taymiah dalam kitab ad Durar al Kâminah, telah membeber komentar dan pandangan para ulama tentang Ibnu Taymiah, di antaranya ia mengatakan, “Ia merasa dirinya sebagai seorang mujtahid, maka ia membantah para ulama baik yang kecil maupun yang besar, yang telah lampau maupun yang baru. Sampai-sampai Umar-pun ia salahkan. Ketika sampai berita itu kepada Syeikh Ibrahim ar Raqiy ia mengecamnya, dan ia pun meminta maaf atas sikapnya dan memohon ampun.
Tentang Ali, kata Ibnu Taymiah, ia salah dalam tujuh belas kasus, di mana Ali menentang nash al Qur’an…
Tentang siapa para ulama yang dikecam oleh Ibnu taymiah, Ibnu Hajar berkata, “Ibnu telah berkata kasar tentang Sibawaih, maka Abu Hayyân memusuhinya…
Ia mencaci maki Imam Ghazali, sampai-sampai terjadi kekacauan, hampir-hampir ia dibunuh!
Ia juga mengecam Ibnu Arabi dan ketika sampai berita kepada Syeikh Nashr al Munjabi, ia melayangkan surat teguran keras kepa Ibnu Taymiah.
Tentang akidah Ibnu Taymiah, Ibnu Hajar mengatakan, “hadis tentang nuzûl, ia mengatakan bahwa Allah turun dari langit seperti turunku sekarang ini dari tangga mimbar.. Ia menentang orang yang bertawassul dan beristighasah kepada Nabi saw.
Pada taggal 17 bulan Rabi’ul Awal tahun 707H ia dituntun untuk bertaubat dari akidah tajsîm-nya …
Setelahnya, Ibnu Hajar merangkum komentar para ulama tentang Ibnu Taymiah, “Ibnu az Zamlakani dan Abu Hayyân menyimpang darinya (sebelumnya mereka mengagungkannya_pen).
Di antara para ulama ada yang menggolongkannya sebagai peyakin tajsîm… ada yang menggolongkannya sebagai zindiq (kafir), ada yang menggolongkannya sebagai orang munafik, sebab ucapannya tentang Ali seperti telah lewat, dan dikarenakan ucapannya bahwa Ali selalu terhina (tidak ditolong Allah) kemanapun ia menuju. Dan beliau berulang kali berusaha merebut kekhalifahan namun tidak berhasil. Ali berperang hanya karena ingin berkuasa bukan demi agama!
Dalam kitab Lisân al Mizân, ketika menyebut biografi Allamah al Hilli, Ibnu Hajar juga menuliskan demikian, “Ia (Allamah al Hilli) menulis buku tentang keutamaan Ali ra., buku tersebut telah dibantah oleh Taqiyyuddin Ibnu Taymiah dalam sebuah kitab besar. Syeikh Taqiyyuddin as Subki telah menyebut buku itu dalam bait-bait syairnya… dalam akhir bait syair itu ia mengecam akidah Ibnu Taymiah.
Ibnu Hajar berkata, “Aku telah menelaah buku tersebut, aku temukan seperti yang dikatakan as Subki dalam al Istîfâ’, tetapi ia (Ibnu Taymiah) sangat subyektif dalam menolak hadis-hadis yang dikemukakan Ibnu al Muthahhar (Allamah al Hilli)… ia banyak menolak hadis-hadis yang jiyâd (bagus) ….
Betapa sering ia, demi melemahkan ucapan Allamah al Hilli, melecwehkan Ali ra.. lembaran ini tidak cukup untuk menjelaskan hal itu berikut contoh-contohnya.
Dan dalam Fath al Bâri, Ibnu Hajar juga memiliki komentar tentang Ibnu Taymiah, baik rasanya Anda rujuk.
Dan di akhir tulisan ini, saya ingin menyebutkan komentar Ibnu Hajar al haitami ketika ditanya tentang Ibnu Taymiah:
إبنُ تيمية عبدٌ خذلَهُ اللهُ و أضَلَّهُ و أعماهُ و أَصَمَّهُ و أذلَّهُ. و بذلكَ صرَّحَ الأئمةُ الين بيَّنُوا فسادَ أحوالِهِ و كِذْبَ أقوالِهِز و من أراد ذلكَ فعليه بِمُطالَعَةِ كلامِ الإمام الْمُجتهد المُتَّفق على إمامتِهِ و جلالَتِهِ و بلوغه مرتبةَ الإجتهاد، أبي الحسن السبكيْ ولدِهِ التاج و الإمام العز إبن جماعَة، و أهلُ عصرِهِ و غيرهم من الشافعية و المالكية و الحنفية. و لم يقتصر أعتراضه على مًتأخري الصوفية، بل اعترض على مثل عمر بن الخطاب و علي بن أبي طالب رضي الله عنهما……
و أياكَ أن تصغِيْ إلى ما في كتب إبن تيمية و تلميذه إبن القيم الجوزية و غيرهما مِمن اتخذ إلهَهُ هواه و أضلَهُ اللهُ على علمٍ و ختم على سمعه و قلبه و جعل على بصرِهِ غشاوَةً، فمن يهديه مِنْ بعد الله… و كيف تجاوز هؤلاء المُلْحِدون الحدودَ و تعدَّوا الرسومَ و خرقوا سياجَ الشريعة و الحقيقة، فظنوا بذلك أنهم على هُدًى مِن ربهم، و ليسوا كذلك بل هم على أسوأ ضلالٍ و أقبحِ خصالٍ و أبلغ المقتِ و الخسران و أنهى الكذب و البهتان… فخذل الله مُتَّبعيهِم و طهَر الأرضَ م أمثالهِم.
Ibnu Taymiah adalah hamba yang telah ditelantarkan Allah, disesatkan, dibutakan, ditulikan dan dihinakan. Demikian dijelaskan para imam yang telah membongkar kejelakan keadaannya dan kepalsuan ucapannya. Siapa yang mengetahui hal itu hendaknya ia menelaah komnetar Imam Mujtahid yang telah disepakati akan ketokohan dan keagaungannya serta sampainya ke derajat ijtihad; Abu al hasan as Subki dan putranya, serta Imam al Izz ibn Jama’ah, demikian pula komentar mereka yang sezaman dan lainnya dari kalangan ulama mazhab Syafi’ah, Malikiah dan Hanafiah. Ibnu Taymiah tidak terbatas hanya mengkritik para pemuka sufi mutaakhkhirîn, tetapi ia juga mengkritik Umar ibn al Khaththab dan Ali ibn Abi Thalib ra….
Hati-hatilah kamu dari menelaah buku-buku Ibnu Taymiah dan muridnya; Ibnu al Qayyim al Jawziah dan selain keduanya dari orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan dan disesatkan Allah kendati ia pandai, serta Ia tutup telinga dan hatinya serta Ia jadikan atas penglihatannya penutup, lalu siapakah yang akan memberi hidayah selain Allah… bagaimana kaum ateis itu menerobos batas dan melampau garis serta menerjang pagar syari’ah dan hakikat, mereka mengira dengan itu mereka berada di atas hidayah dari Tuhan mereka. Tidak demikian! Mereka berada d atas kesesatan paling jelek, keadaan paling buruk, puncak murka dan kebohongan dan kepalsuan paling puncak… Allah menghinakan para pengikut mereka dan membersihkan permukaan bumi dari orang-orang seperti mereka.”
Selain itu, Anda dapat menemukan daftar panjang mana-mana ulama besar Ahlusunah dari berbagai mazhab fikih telah mengecam dan membantah keras kesesatan-kesesatan Ibnu Taymiah yang tidak mungkin saya sebutkan satu-persatu dalam kesempatan ini.
Jadi jelaslah dari paparan sekilas di atas dapat dimengerti bahwa Ibnu Taymiah bukan dari Ahlusunnah!!! Ia adalah musuh bebuyutan akidah Ahlusunah wal Jama’ah…. Perbedaan pendangan, ushul dan prinsip akidahnya bertolak belakang dari prinsip akidah Ahlusunnah!!
Ia seorang mujassim… musyabbih, pengingkar ziarah makan suci Nabi Muhammad saw. … Pengecam tawassul dan istighâsh dan mengangapnya sebagai bid’ad dan perbuatan sesat… Pembenci nyata keluarga suci Nabi; Ali, Fatimah, Hasan, Husain …. Pembenci kaum sufi dan para waliyullah…. Ia Bapak ektrimisme eksternal di kalangan umat Islam dengan doktrin-doktrin kekerasan yang ia sebarkan di lembaran-lembaran buku-bukunya yang nyata!
Dan yang pasti Ibnu Taymiah hanya membawa kekacauan di tengah-tengah umat Islam dengan pandangan-pandangan sesatnya yang sekarang diadopsi dan sedang dikembangkan dengan gencar kaum Arab Baduwi di Timur Tengah dan jongos-jongos mereka di tanah air tercinta!!!


http://ibnutaymiah.wordpress.com/2007/08/02/ibnu-taymiah-bukan-ahlusunnah-1/

Kesalahan Harun Yahya

Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surg



Abu Hudzaifah al-Atsari

Manusia tidak dapat lepas dari kesalahan, sedangkan kewajiban setiap Muslim adalah saling mengingatkan di dalam menetapi kebenaran dan kesabaran. Harun Yahya –saddadahullahu- adalah diantara cendekiawan dan saintis muslim yang juga terperosok ke dalam kesalahan yang cukup fatal di dalam masalah aqidah.
Kesalahan-kesalahan beliau ini tersebar di mayoritas buku-bukunya yang membicarakan tentang Islam. Kami tidak menutup mata dari mashlahat yang beliau berikan bagi ummat di dalam membela Islam dan membantah faham-faham materialistis saintifis. Namun, biar bagaimanapun beliau adalah manusia yang kadang salah kadang benar, sehingga kita wajib menolak kesalahan-kesalahannya dan wajib menerangkannya kepada ummat agar ummat tidak terperosok ke dalam kesalahan yang sama. Semoga Allah menunjuki diri kami, diri beliau dan seluruh ummat Islam.
Beliau memiliki kesalahan-kesalahan yang fatal di dalam buku-bukunya, diantaranya yang berjudul EVOLUTION DECEIT (Keruntuhan Teori Evolusi) yang menunjukkan pemahamannya terhadap Aqidah dan Tauhid yang keliru. Bab yang menunjukkan kesalahan ini diantaranya terdapat di dalam bab ”The Real Essence of Matter”. Perlu saya tambahkan di sini, walaupun Harun Yahya melakukan kesalahan serius di dalam perkara aqidah, namun saya tidak pernah menvonisnya sebagai Ahlul Bid’ah, terlebih-lebih menvonisnya sebagai kafir, nas’alullaha salamah wa ‘afiyah. Sebab, bukanlah hak saya untuk melakukan vonis semacam ini, namun hal ini adalah hak para ulama dan ahlul ilmi yang mutamakkin (mumpuni). Saya di sini hanya ingin menunjukkan beberapa kesalahan yang beliau lakukan sebagai bentuk amar ma’ruf nahi munkar.
Harun Yahya –saddadahullahu- berkata di dalam pembukaannya di dalam “Where is God?” (Dimana Tuhan) pada halaman 175, sebagai berikut :
“The basic mistake of those who deny God is shared by many people who in fact do not really deny the existence of God but have a wrong perception of Him. They do not deny creation, but have superstitious beliefs about “where” God is. Most of them think that God is up in the “sky”. They tacitly imagine that God is behind a very distant planet and interferes with “worldly affairs” once in a while. Or perhaps that He does not intervene at all: He created the universe and then left it to itself and people are left to determine their fates for themselves. Still others have heard that in the Qur’an it is written that God is everywhere” but they cannot perceive what this exactly means. They tacitly think that God surrounds everything like radio waves or like an invisible, intangible gas. However, this notion and other beliefs that are unable to make clear “where” God is (and maybe deny Him because of that) are all based on a common mistake. They hold a prejudice without any grounds and then are moved to wrong opinions of God. What is this prejudice?”
Yang artinya adalah :
“Kesalahan mendasar bagi mereka yang mengingkari Tuhan yang tersebar pada kebanyakan orang adalah pada kenyataannya mereka tidaklah mengingkari keberadaan Tuhan itu sendiri, namun mereka memiliki persepsi yang berbeda terhadap Tuhan. Mereka tidaklah mengingkari penciptaan, namun mereka memiliki keyakinan takhayul mengenai “dimanakah” Tuhan itu berada. Mayoritas mereka beranggapan bahwa Tuhan berada berada di atas ”Langit”. Mereka secara diam-diam membayangkan bahwa Tuhan berada di balik planet-planet yang sangat jauh dan turut mengatur ”urusan dunia” sesekali waktu. Atau mungkin Tuhan tidak turut campur tangan sama sekali. Dia menciptakan alam semesta dan membiarkan apa adanya dan manusia dibiarkan begitu saja mengatur nasib mereka masing-masing. Sedangkan lainnya, ada yang pernah mendengar bahwa Tuhan ”ada di mana-mana”, namun mereka tidak dapat memahami maksud hal ini secara benar. Mereka secara diam-diam berfikir bahwa Tuhan meliputi segala sesuatu seperti gelombang radio atau seperti udara yang tak dapat dilihat ataupun diraba. Bagaimanapun juga, dugaan ini dan keyakinan lainnya yang tidak mampu menjelaskan ”dimanakah” Tuhan berada (atau bahkan mungkin mengingkari Tuhan dikarenakan hal ini), seluruhnya adalah kesalahan yang lazim terjadi. Mereka berpegang pada praduga yang tak berdasar dan akhirnya menjadi keliru di dalam memahami Tuhan. Apakah prasangka ini??”
Kemudian beliau sampai kepada perkataan filsafat sebagai berikut (hal. 189) :
“Consequently it is impossible to conceive Allah as a separate being outside this whole mass of matter (i.e the world) Allah is surely “everywhere” and encompasses all.
Yang artinya :
“Maka dari itu, merupakan suatu hal yang mustahil untuk memahami Allah sebagai suatu Dzat yang terpisah dari keseluruhan massa partikel/materi (yaitu dunia), Allah secara pasti “berada di mana-mana” dan meliputi segala sesuatu.”
Perkataan ini jelas-jelas perkataan kaum shufiyah, bahkan menyimpan pemahaman konsep Wihdatul Wujud.
Pemahaman ini jelas-jelas suatu kekeliruan yang nyata dan fatal yang setiap muslim dan mukmin harus baro’ (berlepas diri) darinya. Karena Ahlus Sunnah meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala beristiwa di atas Arsy-Nya di atas Langit, Dzat-Nya terpisah dari makhluk-Nya dan Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.
Harun Yahya –saddadahullahu- menulis di halaman 190 tentang ”kedekatan Allah secara tidak terbatas” terhadap makhluk-Nya dengan membawakan dalil :
”Jika hamba-hamba-Ku bertanya tentang-Ku, sesungguhnya Aku dekat.” (Al-Baqoroh : 186)
”Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: “Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia.” (Al-Israa’ : 60)
Harun Yahya juga membawakan ayat yang berhubungan dengan kedekatan Allah terhadap manusia tatkala sakaratul maut, yaitu :
”Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat.” (Al-Waaqi’ah : 83-85)
Padahal ayat-ayat yang dibawakan oleh Harun Yahya ini, tidak sedikitpun menunjukkan pemahaman bahwa Allah Dzat Allah ada dimana-mana, namun menurut pemahaman Ahlus Sunnah yang dimaksud oleh Firman Allah di atas adalah, “Ilmu” Allah-lah yang meliputi segala sesuatu. Sebagaimana dikatakan oleh al-Imam Sufyan ats-Tsauri, tatkala ditanya tentang ayat wa huwa ma’akum ayna ma kuntum (Dia berada dimanapun kamu berada), beliau berkata : “Yang dimaksud adalah Ilmu-Nya.” (Khalqu Af’alil Ibad, Imam Bukhari)
Harun Yahya berkata pada permulaan halaman 190 sebagai berikut :
“That is, we cannot perceive Allah’s existence with our eyes, but Allah has thoroughly encompassed our inside, outside, looks and thoughts….”
Yang artinya :
“Oleh karena itulah, kita tidak dapat membayangkan keberadaan Allah dengan mata kita, namun Allah benar-benar sepenuhnya meliputi bagian luar, bagian dalam, pengelihatan, pemikiran…”
Ucapan ini adalah ucapan yang keliru dan bathil. Ini adalah pemahaman filsafat shufiyah jahmiyah mu’tazilah. Sungguh, keseluruhan bab yang berjudul “The real essence of Matter” benar-benar diselaraskan dengan filosofi Harun Yahya terhadap aqidahnya. Yang apabila diringkaskan keseluruhan bab ini menjadi satu kalimat, yaitu :
“That there is no US, the WORLD is not REAL, Allah is REAL, so ALLAH is EVERYWHERE and WE ARE an ILLUSION”
Yang artinya :
“Bahwa kita ini tidak ada, dunia itu tidak nyata, Allah sajalah yang nyata, oleh karena itu Allah berada di mana-mana sedangkan kita hanyalah ilusi belaka.”
Hal ini tersirat di dalam perkatannya di halaman 193 :
“As it may be seen clearly, it is a scientific and logical fact that the “external world has no materialistic reality and that it is a collection of images perpetually presented to our soul by God. Nevertheless, people usually do not include, or rather do not want to include, everything in the concept of the “external world”.
Yang artinya :
“Sebagaimana telah tampak secara nyata, merupakan suatu hal yang saintifis dan fakta bahwa dunia eksternal tidak memiliki materi yang realistis dan dunia eksternal hanyalah merupakan kumpulan gambaran yang secara terus menerus berada di dalam jiwa kita oleh Tuhan. Walau demikian, manusia seringkali tidak memasukkan, atau lebih jauh tidak mau memasukkan, segala sesuatu ke dalam konsep “dunia luar”.”
Ucapan ini berlanjut hampir pada keseluruhan bab, dan hal ini tentu saja suatu penyimpangan yang fatal dan dapat menimbulkan syubuhat terhadap para pembaca buku ini, karena biar bagaimanapun buku ini mengandung data-data saintifis, bukti-bukti rasional dan bantahan-bantahan ilmiah rasionalis terhadap kaum materialistis. Oleh karena itu menjelaskan kesalahan-kesalahan aqidah dan selainnya adalah suatu keniscayaan dan kewajiban, karena membela al-Haq lebih dicintai dari seluruh perkara lainnya.
Sebagai kesimpulan, di sini saya akan meringkaskan poin-poin kesalahan pemahaman Harun Yahya di dalam bukunya EVOLUTION DECEIT (dan selainnya), sebagai berikut :
1. Harun Yahya memiliki perkataan yang bernuansa shufiyah kental, yakni meyakini pemahaman ”Allah ada dimana-mana”, bahkan beliau memiliki perkataan yang mengarah kepada konsep Wihdatul Wujud yang kufur, semoga Allah memberinya hidayah dan mengampuninya.
2. Harun Yahya memiliki aqidah yang serupa dengan Qodariyah-Mu’tazilah di dalam masalah Qodar (Taqdir), sebagaimana secara jelas terlihat pada tulisannya di halaman 190 akhir.
3. Harun Yahya memiliki aqidah yang dekat kepada Jahmiyah di dalam menolak sifat-sifat Allah, terutama sifat istiwa Allah di atas Arsy-Nya dan Arsy-Nya berada di atas langit.
Demikianlah sebagian kecil yang dapat saya tuliskan tentang beberapa kesalahan fatal di dalam buku-buku Harun Yahya –saddadahullahu-, dan apa yang saya tuliskan di sini bukanlah menunjukkan hanya ini sajalah kesalahan beliau, namun yang saya tuliskan di sini hanyalah sebagian kecil saja dari kesalahan-kesalahan yang bersifat aqidah yang terdapat pada beliau. Tulisan ini lebih banyak diadopsi dari tulisan al-Akh Abu Jibrin al-Birithani yang meluangkan waktunya menyusun beberapa kekeliruan aqidah Harun Yahya.
Bagi para ikhwah yang tertarik dengan modern sains dan bantahan-bantahan terhadap saintis sekuler atau yang berideologi materialistis, saya lebih menyarankan untuk merujuk kepada tulisan-tulisan dan ceramah al-Ustadz DR. Zakir Naik al-Hindi, seorang ilmuwan muda India yang telah hafal al-Qur’an pada usia 10 tahun, dan sekarang menjadi presiden IRC (International Research Center) India. Beliau juga dekat dengan masyaikh jum’iyah Ahlul Hadits India, sehingga insya Allah dalam masalah aqidah, beliau jauh lebih salimah daripada ilmuwan muslim lainnya seperti Harun Yahya.
Wallahu a’lam bish showab.



http://ibnurodjat.multiply.com/

IBNU TAIMIYAH

Di Mata Para Ulama Ahlussunnah
(Bagian I)
Ibn Taymiyah yang kita ketahui merupakan salah seorang tokoh yang dipuja-puja kaum Wahaby-Salafy ternyata di mata para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah seorang munafik dengan bukti-bukti sbb:
1. Al-Durar al-Kaamina fi A`yaan al-Mi’at al-Tsaamina, karya Ibn Hajar al-`Asqalani yang membongkar asal-usul, akidah dan pemikiran Ibn Taymiyah yang jauh menyimpang dari akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Cet. Hydrrabad: Daa’irat Al-Ma`aarif al-`Utsmaaniyyah, 1384 H, Jil. 1, hlm. 153-155)
“Ulama-ulama lainnya bahkan menganggap dia (Ibn Taymiyah) adalah seorang munafik, karena dia telah mengatakan bahwa “Ali (bin Abi Thalib) telah diabaikan (madkhûlan) kemanapun dia pergi. Dia (Ali bin Abi Thalib) berkai-kali mencoba untuk memperoleh kekhalifahan namun tak pernah mendapatkannya.
Ibn Taymiyah bahkan dengan jelas telah mengatakan bahwa “Dia (Ali bin Abi Thalib) mencintai kedudukan (sangat menginginkan kekhalifahan), sebagaimana Utsman (bin Affan) mencintai uang.
Dia juga mengatakan bahwa, “Abu Bakar menyatakan keislamannya dengan kesadaran penuh karena dia (Abu Bakar) sudah tua (dewasa) sedangkan Ali (bin Abi Thalib) masih kecil (belum baligh) ketika menyatakan keislamannya, dan keislaman anak-anak belumlah memiliki arti sama sekali.
Ibn Taymiyah mengatakan : “Sebelum Allah Swt mengutus Muhammad sebagai Rasul tak seorang pun ada orang beriman di kalangan orang-orang Quraisy. Mereka semua menyembah berhala, termasuk anak-anak. Jika seseorang bisa menyimpulkan bahwa tidak sama kekufuran orang dewasa dengan kekufuran anak kecil maka tentu saja iman orang dewasa (Abu Bakar) berbeda dengan iman anak-anak (Ali bin Ab Thalib).”
Jika anda tidak percaya lihat dan baca kitabnya yang menjadi pegangan kaum Wahabi-Salafy : Minhaj al-Sunnah Jilid 8 halaman 285!
Laki-laki dungu ini juga mengatakan bahwa hadis yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pntunya.” sebagai hadis palsu!
Padahal kitab-kitab hadis ahlus sunnah yang meriwayatakan hadis tersebut dengan komentar bahwa hadis tersebut adalah : shahih! [1]
Ibn Taymiyah menambahkan bahwa Muadz bin Jabal lebih mengetahui halal dan haram ketimbang Ali bin Abi Thalib.
Ucapan-ucapan kebenciannya kepada Ali ini tertera di dalam kitabnya yang menjadi rujukan kaum Wahaby-Salafy : Minhaj al-Sunnah, Jil. 7, hlm. 513-515.
Padahal banyak ulama Ahlus Sunnah yang mengetahui bahwa Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan : “Wahai manusia! Tanyakanlah apa pun kepadaku selama aku masih berada di antara kalian!” Sahabat Nabi, Said al-Musayyab mengeomentari kata-kata ini bahwa tak seorang sahabat pun yang berani membuat tantangan seperti ini kecuali Ali!” [2]
Pernah dua orang laki-laki datang kepada Khalifah Umar bin Khatab untuk bertanya tentang hukum istri yang berstatus hamba sahaya (amatun). Sang Khalifah tidak menjawab. Dia berdiri dari tempatnya dan mengajak kedua orang ini pergi bersamanya ke Masjid.
Dalam sebuah halaqah inilah, tampak seorang yang berkepala botak tengah mengajar di sana.
“Bagaimana pendapat anda tentang hukum mentalaq amatun?” tanya sang khalifah kepadanya. Sang, guru halaqah ini hanya memberi isyarat dengan mengangkat jari telunjuk dan tengahnya saja.
“Diperlukan 2 kali bersuci untuk memelihara waktu ‘iddah-nya”, kata Umar menerjemahkan kepada 2 orang penanya yang ikut bersamanya.
“Subhanallah! Kami datang untuk bertanya kepadamu selaku Amirul Mukminin, namun anda mencari jawaban dari orang ini,” protes mereka.
“Tahukah anda siapa orang itu?” kata Umar mencoba menenangkan.
“Dia adalah Ali bin Abi Thalib. Aku pernah menyaksikan Rasulullah (Saw) berkata tentangnya:
“Sungguh, seandainya 7 lapis langit dan bumi diletakkan di satu sisi timbangan dan Ali di sisi yang lain, pasti Ali akan lebih berat dari langit dan bumi itu.[2b]
Bukan hanya khalifah Umar. Sahabat-sahabat lainnya juga pernah memberikan kesaksian serupa. Ummul Mukminin A’isyah juga pernah berkata: “Ali adalah orang yang paling paham tentang sunnah Nabi.”. [2c]
Abdullah bin Abbas juga diriwayatkan berkata: “Dibandingkan ilmuku dan ilmu para sahabat yang lain dengan ilmu Ali bin Abi Thalib perbandingannya seperti setetes air dengan 7 samudra lepas.[2d]
Abdullah bin Mas’ud juga diriwayatkan pernah berkata: “Ilmu hikmah terbagi ke dalam 10 bagian. Ali telah dianugerahi Allah 9 bagiannya, dan manusia lain 1 bagian saja. Dalam 1 bagian yang tersisa itu Ali adalah yang paling arif.” [2e]
Dari pernyataan-pernyataannya Ibn Taymiyah inilah – kata Ibn Hajar al-Asqalani – para ulama menyimpukkan bahwa dia (Ibn Taymiyah) adalah seorang munafik berdasarkan hadis Nabi Saw kepada Ali bin Abi Thalib : “Hanya orang munafik yang membencimu.”
Kita juga mengingat banyak sekali hadis-hadis Rasulullah Saw yang serupa seperti yang telah dikatakan oleh Ibn Hajar al-Asqalani ini, sebut saja :
* Salah satu hadis sahih dari Nabi Saw yang keshahihannya tak diragukan oleh para pakar hadis. Diriwayatkan oleh para sahabat seperti ‘Abdullah ibn ‘Abbas, ‘Imran ibn al-Husain, Ummul Mukminin Ummu Salamah ra dan lain-lain, serta Imam Ali bin Abi Thalib as sendiri mengatakan :
Demi Dia yang membelah benih dan menciptakan jiwa, sesungguhnya Rasulullah (Saw) memberikan kepada saya suatu janji bahwa tak seorang pun selain mukmin akan mencintai saya, dan tak seorang pun selain orang munafik akan membenci saya. [3]
** Karena itulah para sahabat Nabi biasa menguji keimanan atau kemunafikan kaum Muslim melalui kecintaan dan kebencian mereka kepada Ali bin Abi Thalib, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Dzarr al-Ghifari, Abu Said al-Khudri, ‘Abdulldh ibn Masud dan Jabir ibn ‘Abdullah, bahwa:
“Kami (para sahabat Nabi) biasa membedakan orang munafik dengan kebencian mereka kepada ‘Ali ibn Abi Thalib.” [4]
Karena banyak bukti kebencian Ibn Taymiyah terhadap Imam Ali bin Abi Thalib inilah  maka:
2. Ibn Hajar di dalam kitabnya Fatawa al Haditsah hlm. 86 mengatakan tentang Ibn Taymiyah:
“Ibn Taymiyah adalah orang yang semoga Allah menghinakannya, membiarkan dia dalam kesesatan, membutakan dan membisukannya!”
3. Muhammad Syaukani, di dalam kitabnya Al-Badr al-Tsalai, Jil. 1, hlm .67 menyatakan bahwa Ibn Makhluf telah memfatwakan bahwa jika tidak dihukum mati paling tidak Ibn Taymiyah mesti dipenjara seumur hidup!
Masih banyak fatwa-fatwa yang cukup tegas dari para ulama Ahlus Sunnah atas kemunafikan Ibn Taymiyah ini yang tidak seluruhnya saya ungkap di sini.
4. Ada 40 ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang menyatakan kekufuran Ibn Taymiyah yang antara lain adalah : Muhammad bin Ibrahim Shaafi, Muhammad bin Abu Bakr al-Maliki, Muhammad bin Abu Bakr Jarir Anshari al-Hanafi, Abdullah bin Umar Muqaddis al-Hanbali.
Pernyataan 40 ulama ini dinyatakan di Suriah bahwa jika seseorang menyebarkan paham Ibn Taymiyah ini maka dia harus dihukum mati. Pernyataan ini bisa anda baca di dalam kitab : Durar al-Kamina karya Ibn Hajar al-Asqalani Jil. 1 hlm. 147.
5. Syekh Alauddin Bukhari al-Hanafi juga berfatwa : “Siapa pun yang menganggap Ibn Taymiyah sebagai Syaikhul Islam maka dia telah menjadi kafir!”
Lihat dan baca kitabnya yang termasyhur : Tadzkirah al-Huffazh hlm. 316, Cet. Damaskus.
6. Syekh Zainuddin bin Rajab al-Hanbali juga mencatat apa yang diungkapkan Syekh Alauddin di dalam kitab Anwar al-Bari Jil. 11 :192 [Multan].
Yang ingin saya garis bawahi tentang fatwa-fatwa ini adalah bahwa bukan keinginan saya untuk mengkafirkan apalagi memvonis hukuman mati bagi orang ini – toh orang ini sudah sedang mempertanggungjawabkan amal buruknya di alam barzakh –, akan tetapi poin yang ingin saya sampaikan adalah agar khalayak bangsa Indonesia yang mayoritas muslim ini mengetahui siapa sebenarnya Ibn Taymiyah di dalam pandangan para ulama Ahlus Sunnah. Karena sudah sedemikian banyak buku-buku Ibn Taymiyah yang beredar di sini atas prakarsa Kerajaan Saudi Arabia yang kita tahu bersekte Wahaby. Inilah kepentingan saya menyampaikan semua bukti-bukti penyimpangan pemikiran Ibn Taymiyah yang dianggap sebagai Syekh al-Islam oleh pengikut sekte Wahaby. Pada bagian selanjutnya saya akan buktikan betapa masih banyak pemikiran lelaki ini yang jauh menyimpang dari ajaran-ajaran Islam yang dianut oleh kaum Muslim Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Insya Allah!
Sumber : http://qitori.wordpress.com/